Friday 27 May 2016

Guru, Dokter dan Kekuatan yang Besar

“Pendidikan merupakan hal yang penting, sejauh kesadaran kita saat ini, tapi kesehatan lebih penting karena menyangkut nyawa kita.”

Setidaknya itulah pernyataan yang kita yakini hari ini. Hal ini dibuktikan dengan kesejahteraan guru dan kesejahteraan dokter. Sampai di sini anda mungkin akan berpikir “ya memang harus begitu, tugas dokter itu berhubungan dengan nyawa, hidup, mati, dll. Sehat itu memang mahal, lha guru?”. Seratus persen saya setuju dengan pernyataan ini tapi tidak sepenuhnya. hehehe

Padahal guru dan dokter itu memiliki tanggung jawab yang sama besarnya. Jika dokter bertanggung jawab terhadap nyawa secara langsung maka guru bertanggung jawab terhadap nyawa secara tidak langsung. Masih ingatkah anda presiden kedua kita yang sekarang ini mau dijadikan pahlawan nasional? Itu lho yang dijadikan meme “piye kabare? enakan jamanku to?” lalu tahukah anda siapa Hitler? Musolini? Dan para separatis timur tengah yang doyan bikin video?  Jika anda tidak tahu silahkan tanya papa Google karena saya tidak akan menuliskan biografi tokoh-tokoh di atas. Singkatnya mereka adalah para fasis dan extrimis yang sudah melenyapkan ratusan, ribuan, mungkin jutaan nyawa manusia, dan mereka itu adalah salah satu produk pendidikan pastinya.

Kita sudah lihat kan pendidikan mampu membuat senjata pemusnah masal. Hal ini tidak disadari dan malah dipandang remeh temeh oleh masyarkat kita. Ketika ada berita pemerkosaan dan pembunuhan terhadap YY yang baru-baru ini santer diberitakan dan data yang mengatakan bahwa di Indonesia selama 2 jam sekali terjadi pelecehan seksual. Secara tidak langsung itu juga merupakan tanggung jawab pendidikan, bukan salah alat kelaminnya, yang rusak bukan kelaminnya. Kelaminnya justru berfungsi dengan sangat baik. Kerusakan itu ada pada moralnya, dan pendidikan itu juga merupakan agen moral. Hal ini membuktikan bahwa sebagai agen moral pendidikan gagal membentuk moral anak didiknya. Dokter tidak akan mampu mengobati penyakit ini, dia mungkin hanya akan mengangkat tangan dan bilang “ampun boss. Gak kuat aku”.

Guru di Indonesia hari ini tidak dihargai sama sekali jerih payahnya apalagi kwalitas guru di Indonesia juga tidak di perhatikan sama sekali. Setidaknya itulah yang saya rasakan sebagai sarjana pendidikan. Seharusnya proses pemilihan guru itu lebih ketat dari proses pemilihan pekerjaan yang lain karena guru lah yang bertanggung jawab atas masa depan bangsa ini secara keseluruhan. Dia yang membentuk seorang politikus, dokter, pengacara, dll. Ketika dia salah membentuk seseorang, sangat mungkin orang itu akan menjadi senjata pemusnah masal. Hal ini sama dengan mal praktek yang dilakukan oleh dokter terhadap seorang pasien ketika terjadi mal praktek atau salah penanganan, hanya satu orang yang mati tapi jika guru melakukan mal praktek terhadap satu orang, satu negara bisa mati.

Saya juga memperhatikan pendidikan untuk seorang dokter dilakukan dengan sangat hati-hati dan ketat karena mereka memiliki keyakinan bahwa salah sedikit saja nyawa menjadi taruhannya. Pendidikan seorang guru seharusnya menjadi lebih ketat lagi dan tidak hanya menjadi arena main-main. Pembenahan darurat moral ini seharusnya dimulai dari pembentukan guru dan pendidikan, bukan kebiri, menyensor payudara artis-artis bohay dan tetek bengek yang lainnya.

Ingat! negara ini dibentuk oleh guru jika guru menjadi pribadi yang tak bermoral atau mengarahkan siswanya pada tindakan yang tidak bermoral (Secara langsung, tidak langsung dan disadari atau tidak) maka tunggulah 10 tahun mendatang murid tersebut akan menjadi mesin pembunuh dan anda orang yang berkontribusi membentuknya atau malah yang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Guru memiliki kekuatan yang besar bahkan seorang dokter bukan apa-apa dibalik kekuatannya yang besar tapi kekuatan yang besar juga memerlukan tanggung jawab yang besar. Saya menyadari bahwa banyak guru yang tidak memahami kekuatan yang dimilikinya dan pemikirannya hanya berkutat pada mengajar, pulang,  memperoleh gaji, tamat, hidup bahagia selamanya. Di balik rasa pesimis saya, saya masih cukup yakin bahwa banyak guru yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk membentuk anak didik yang ideal dan sesuai dengan cita-cita Pancasila meskipun sedikit.  


Klik untuk Berlangganan Tulisan

Masukan Email Anda:

0 komentar :

Post a Comment