Friday, 7 March 2025

Wahdatul Wujud: Semua Satu, Satu Semua

 



Pernah nggak sih kamu mikir, "Eh, sebenarnya dunia ini, manusia, alam, bahkan Tuhan, apa hubungannya ya?" Nah, kalau kamu penasaran sama pertanyaan kayak gitu, ada satu konsep dalam tasawuf atau mistisisme Islam yang mungkin bisa bikin kamu mangut-mangut: wahdatul wujud. Dalam bahasa yang paling gampang, wahdatul wujud itu artinya "kesatuan wujud" atau "semua itu satu". Bukan cuma satu dalam arti bareng-bareng gitu, tapi bener-bener satu esensi, satu hakikat. Bingung? Sabar, kita bongkar pelan-pelan.

Bayangin aja, misalnya kamu lagi lihat laut. Ada ombak, ada air, ada ikan, ada angin yang bikin riak di permukaan. Kelihatannya beda-beda, kan? Tapi kalau dipikir lagi, semuanya cuma bentuk lain dari air laut itu sendiri. Nah, wahdatul wujud kurang lebih ngomongin gitu tentang Tuhan dan ciptaan-Nya. Semua yang ada di dunia ini, mulai dari manusia, binatang, tumbuhan, sampe bintang di langit, dianggap cuma "bayangan" atau "cermin" dari wujud Tuhan yang satu dan mutlak. Jadi, intinya, Tuhan itu satu-satunya yang bener-bener "ada", dan semua yang kita lihat ini cuma manifestasi atau penampakan dari Dia.

Gampangnya, bayangin Tuhan itu kayak matahari, dan kita semua plus alam semesta ini kayak sinar matahari. Sinar itu keliatan nyata, bisa nyanyi, bisa makan, bisa tidur (ya iyalah, manusia kan), tapi asalnya tetep dari matahari. Tanpa matahari, sinar nggak ada. Nah, begitu kira-kira cara wahdatul wujud ngeliat hubungan Tuhan sama ciptaan-Nya.

Tapi jangan salah paham, ya. Bukan berarti wahdatul wujud bilang kita ini Tuhan atau Tuhan itu kita dalam arti harfiah. Bukan! Ini lebih ke soal hakikat atau esensi. Kita ada karena Tuhan "memantulkan" wujud-Nya ke dalam bentuk-bentuk yang keliatan sama kita. Jadi, wujud kita ini pinjaman, bukan asli punya kita sendiri. Makanya, orang-orang yang paham wahdatul wujud biasanya jadi rendah hati banget, soalnya mereka sadar, "Oh, gue cuma bayangan doang, yang beneran ada cuma Tuhan."

Dari Mana Asalnya Wahdatul Wujud?

Sekarang kita ke bagian sejarahnya. Wahdatul wujud ini bukan konsep yang tiba-tiba muncul gitu aja kayak jamur di musim hujan. Dia punya akar yang panjang, dan banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran besar sebelumnya, baik dari Islam maupun dari luar Islam.

Kalau kita tarik mundur, konsep ini mulai terkenal banget di kalangan sufi, yaitu orang-orang yang fokus ke spiritualitas dalam Islam. Salah satu tokoh yang bikin wahdatul wujud jadi hits adalah Ibnu Arabi, seorang sufi besar dari Andalusia (sekarang Spanyol) yang hidup sekitar abad ke-12 sampai ke-13. Nama lengkapnya Muhyiddin Ibnu Arabi, dan dia dikenal sebagai "Syaikh Akbar" alias "Guru Besar". Ibnu Arabi ini bikin banyak orang takjub sekaligus bingung sama pemikirannya yang dalam banget.


Ibnu Arabi bilang, Tuhan itu wujud mutlak, artinya cuma Dia yang bener-bener ada secara independen. Sementara itu, semua yang ada di dunia ini cuma wujud majazi atau wujud sementara yang tergantung sama Tuhan. Dia pake analogi cermin tadi: dunia ini kayak cermin yang nggambar wujud Tuhan. Bukan berarti cermin itu Tuhan, tapi tanpa Tuhan, cermin itu nggak bakal bisa ngasih gambar apa-apa. Pemikiran ini dia tuang dalam buku-bukunya yang super tebel, kayak Fusus al-Hikam dan Al-Futuhat al-Makkiyah. Bacanya susah banget, bro, tapi intinya ya gitu: semua satu dalam hakikat Tuhan.

Tapi, Ibnu Arabi bukan orang pertama yang ngomongin ginian. Sebelum dia, ada sufi-sufi lain yang udah kasih petunjuk ke arah sana, misalnya Al-Hallaj. Si Al-Hallaj ini terkenal banget karena ucapannya, "Ana al-Haqq" yang artinya "Aku adalah Kebenaran" (Kebenaran di sini maksudnya Tuhan). Banyak yang salah paham, dikira dia ngaku jadi Tuhan, padahal maksudnya dia ngerasa "lenyap" dalam wujud Tuhan gara-gara cinta dan kedekatan spiritualnya sama Allah. Sayurannya, Al-Hallaj akhirnya dieksekusi karena dianggap sesat sama penguasa waktu itu, sekitar abad ke-10. Kisahnya tragis, tapi bikin orang mikir: apa iya konsep kesatuan wujud ini bener?

Selain dari sufi, wahdatul wujud juga punya pengaruh dari filsafat lain, kayak pemikiran Neoplatonisme dari Yunani kuno. Neoplatonisme ini ngomongin soal "Yang Satu" (The One) sebagai sumber segala sesuatu, dan dunia ini cuma pancaran dari "Yang Satu" itu. Kedengerannya mirip, kan? Makanya, ada yang bilang Ibnu Arabi dan sufi lain terinspirasi dari situ, meskipun mereka tetep nyanyi dalam nada Islam banget.

Di Nusantara, wahdatul wujud juga masuk bareng penyebaran Islam. Tokoh-tokoh kayak Hamzah Fansuri di Aceh, abad ke-16, bawa konsep ini dalam puisi-puisinya. Dia nulis dengan bahasa Melayu yang indah, bikin orang biasa bisa nangkep sedikit-sedikit soal kesatuan wujud. Tapi, nggak semua orang setuju. Ada yang bilang ini terlalu "filosofis" atau bahkan nyasar dari ajaran Islam yang lurus.

Kontroversi dan Salah Paham

Ngomongin wahdatul wujud, nggak bisa lepas dari kontroversi. Banyak yang suka, banyak juga yang benci. Yang suka bilang ini cara cerdas buat ngerti Tuhan dan dunia. Yang benci bilang ini bahaya, soalnya bisa bikin orang salah kaprah, mikir Tuhan sama dengan ciptaan-Nya, alias pantheisme. Padahal, Ibnu Arabi sendiri nggak bilang gitu. Dia tetep bedain Tuhan sebagai Dzat yang mutlak sama makhluk yang cuma "pinjem" wujud.

Di Indonesia, konsep ini juga sempet jadi perdebatan. Misalnya, waktu Hamzah Fansuri sama muridnya Syamsuddin al-Sumatrani nyebarin ajaran ini, ada ulama lain kayak Nuruddin ar-Raniri yang nggak setuju. Nuruddin bahkan sampe bakar buku-buku Hamzah Fansuri karena dianggap menyimpang. Tapi ya gitu, pemikiran wahdatul wujud tetep bertahan dan jadi bagian dari warisan tasawuf di sini.

Kesimpulan

Jadi, wahdatul wujud itu intinya ngajak kita mikir: semua yang keliatan beda-beda di dunia ini sebenarnya punya satu sumber, yaitu Tuhan. Bukan berarti kita sama kayak Tuhan, tapi kita ada karena Dia "berbagi" wujud-Nya dalam bentuk yang kita bisa lihat dan rasain. Dari Ibnu Arabi sampe Hamzah Fansuri, konsep ini udah jalan jauh, bikin orang takjub, bikin orang bingung, dan bikin orang debat.

Buat sebagian orang, ini cara keren buat deket sama Tuhan. Buat yang lain, ini cuma bikin pusing. Tapi yang jelas, wahdatul wujud ngasih perspektif unik soal hidup: mungkin kita nggak se"terpisah" kayak yang kita kira. Mungkin kita semua cuma bagian kecil dari sesuatu yang jauh lebih besar. Keren, kan?

Nah, itu tadi cerita soal wahdatul wujud. Panjang ya? Tapi semoga nggak bikin bosen. Kalau ada yang mau ditanyain lagi, bilang aja!

Klik untuk Berlangganan Tulisan

Masukan Email Anda:

0 komentar :

Post a Comment