"Perkenalkan, nama saya Ali. Bukan Ali Baba, apalagi Aliando. Saya adalah alien," ucap seorang pria dengan setelan jas polkadot yang lebih mirip pesulap. Suaranya berdesis aneh dengan senyum menyeringai di pinggir jalan raya yang senyap. Tak ada siapa-siapa di sana, hanya Budi yang berdiri mematung dan bingung.
"Halo, Budi. Aku akan melakukan trik sulap." Pria itu menyerahkan sedotan kecil kepadanya. "Lihatlah aku dari dalam lubang sedotan ini." Suaranya seperti berbisik di telinga Budi, seolah menghipnotis.
Dengan hati-hati, Budi mengintip ke dalam sedotan itu. Tiba-tiba, wush—pria itu mengecil dan masuk ke dalam sedotan, lalu menghantam mata Budi. Budi tersentak mundur, merasakan pusing yang menyengat di kepala, seakan ada sesuatu yang masuk melalui matanya dan bersarang di dalam otak.
Budi terbangun dari tidurnya dengan napas terengah. "Mimpi apa tadi? Kok aneh sekali?" gumamnya, masih merasa pusing. Ia berjalan ke kamar mandi untuk membasuh muka. Saat bercermin, sekelebat ia melihat wajah pria berjas polkadot yang dilihatnya dalam mimpi. Bayangan itu menggantikan pantulan wajahnya sendiri.
Ia mengucek mata, memeriksa cermin lagi. Bayangan pria itu lenyap, meninggalkan wajah Budi yang pucat dan bingung. "Ah, pasti cuma salah lihat," bisiknya pada diri sendiri, berusaha tenang.
Setelah mandi, sarapan, dan mengganti pakaian, Budi merasa segar dan semangat untuk berangkat sekolah, meskipun perasaan tak nyaman masih mengganggu. Ketika baru keluar dari dalam kamarnya, tiba-tiba muncul bayangan komet besar menimpa sekolahnya. Budi merasa gusar dengan bayangan ini. Semangat Budi untuk berangkat sekolah hilang seketika, digantikan rasa takut, diikuti bayangan tubuh terpotong-potong dan terbakar karena komet itu.
Budi merasa dia masih sangat muda untuk mati konyol. Ditabrak komet besar memang sebuah cara mati yang menyakitkan karena ketidakberdayaan. Bayangan ketiadaan dirinya dan bayangan kehidupan setelah kematian memburu keberaniannya hingga habis.
Budi semakin tak karuan perasaannya. "Anjing! Apakah ini pertanda buruk?" pikirnya. Budi mulai masuk kamarnya lagi. "Budi. Ayo berangkat, Nak!" Teriakan ibunya memecahkan imajinasi Budi. Dengan membulatkan tekad, Budi melangkah keluar lagi sambil menjawab teriakan itu, "Iya Bu, Budi berangkat."
Sesampainya di sekolah, bayangan komet itu terus menerornya dan semakin nyata. Semakin Budi ingin menghilangkan bayangan itu, semakin jelas bayangan itu. "Apakah hari ini adalah hari kematianku?" begitulah batin Budi.
Guru yang mengajar merasa aneh dengan tingkah Budi yang melotot dan seperti tidak fokus. "Bud! Kamu sakit?" tanya gurunya.
"Hah?" Tiba-tiba Budi melihat gurunya berubah menjadi pesulap alien dalam mimpinya. "Siapa sebenarnya orang ini? Kenapa terus muncul?" pikir Budi. Budi kembali mengucek matanya, dan pesulap itu menghilang. "Tidak apa-apa, Pak. Cuma kurang enak badan aja." Setelah mengucapkan itu, Budi disuruh ke UKS untuk istirahat.
Ketika di UKS, dia merasa agak tenang karena bayangan komet itu juga sirna dari pikirannya. Budi memutuskan untuk beristirahat. Mungkin dia kurang sehat, pikirnya.
Ketika menjatuhkan tubuhnya pada dipan UKS, dia malah tidak bisa istirahat dengan tenang. Kepalanya menampilkan seorang wanita cantik yang menari-nari dan bergaya menggemaskan. Seolah wanita itu datang dikirim untuk menghibur Budi. Budi merasa senang dan sedikit terangsang birahinya. Bagaimana bisa kepalanya memunculkan wanita cantik dengan tubuh molek seperti itu?
Gadis itu pun tersenyum ke arah Budi. "Hai, Budi." Budi kaget, sekarang dia bisa berbicara dengan imajinasinya. Jika diamati lebih jauh, gadis ini mirip dengan teman sekelas Budi yang sudah menolaknya, namun gadis ini adalah versi sempurnanya: kulit lebih putih dan bersinar, bentuk muka yang lebih imut dihiasi dengan rambut yang lebih halus dan berkilau, dan tubuh yang terlihat lebih montok tapi proporsional.
Tanpa terasa, mulut Budi pun menjawabnya, "Hai." Meskipun semua adegan ini terjadi di kepala Budi yang memejamkan mata, namun terasa sangat nyata bagi Budi. Gadis itu tertawa manja dan mencubit pipi Budi. Budi merasa salah tingkah tapi juga tidak bisa menutupi rasa bahagianya. "Siapa namanya? Neng?" tanya Budi.
"Ih, apa kok tanya-tanya nama."
"Ya biar bisa manggil, masak iya mau dipanggil Neng terus. Emang situ Oneng?"
"Ye.."
"Siapa namanya, Neng?"
"Wati, Bang."
Di alam pikiran Budi, di sebuah taman yang hanya ada mereka berdua, mereka terus mengobrol sambil tertawa-tawa kecil, sesekali saling mencubit dan saling membelai. Budi memang sering merasakan jatuh cinta, namun dia tidak tahu indahnya perasaan yang terbalaskan. Di taman ditemani dengan bunga-bunga yang bermekaran meskipun di alam pikirannya sendiri, mereka bercengkerama berdua.
Perasaan sayang itu menjadi semakin menggebu-gebu, seolah tidak bisa ditahan. Budi membuka matanya. "Kenapa ada wanita secantik itu?" Budi tidak ingin kehilangan bayangan Wati. Bayangan Wati makin lama makin nyata. Semakin sering Budi membayangkan kebersamaan mereka, semakin besar perasaan cinta itu mengusik dirinya. Seolah perasaan itu menggedor-gedor dada Budi, meminta untuk segera dilampiaskan. Namun bagaimana melampiaskannya? Budi menjadi seperti makhluk yang tidak berguna karena betapun nyata imajinasi itu, itu semua hanya fatamorgana.
Bingung dengan kondisi dirinya, Budi memutuskan untuk keluar dari UKS. Ketika berada di luar, bayangan Wati menghilang dan Budi merasa bingung. Kenapa wanita itu hilang? Budi mencoba mengingat-ingat bentuk wajah Wati tapi tidak bisa, bahkan Budi mencoba memanggil nama Wati berkali-kali namun gadis imut itu tidak mau menampakkan dirinya.
Tiba-tiba ada perasaan kehilangan yang hebat lahir di dalam diri Budi, sekali lagi dia merasa tidak berdaya. Seolah dia adalah Romeo yang ditinggal mati Julietnya. Tubuh Budi menggigil, tanpa terasa air mata menetes dari bola mata Budi.
Dia mencoba bersembunyi kembali ke UKS dan anehnya bayangan wanita itu muncul lagi. Budi menangis lagi tapi sekarang dia menangis terharu dan bahagia, seolah wanita itu kembali ke pelukan Budi.”Sayang. Kemana saja kamu tadi” “Aku di sini Budi. Aku tidak kemana-mana, sini peluk”. Di dalam bayangan Budi, mereka saling berpelukan dan ngobrol bersama, makan eskrim berdua, lari berkejar-kejaran dan diakhiri dengan saling bertukar ciuman dengan liar.
Semua itu hanya terjadi di kepala Budi tapi budi tidak pernah merasakan kebahagiaan yang semacam ini. Dia tidak mau ini semua berakhir. Dia seperti menemukan puncak kebahagiaannya.
Tidak terasa sekolah telah berakhir. Bel pulang sudah berbunyi namun Budi enggan pergi. Jika dia pergi dari UKS, dia tahu bahwa wanita itu akan menghilang lagi. Seorang guru menyuruhnya pergi “Ayo Bud sudah sore”. “Tapi pak” “Tapi kenapa to Bud? ayo cepat pulang. Bapak juga butuh istirahat.”
“Aku gak bisa pulang pak”
“Kamu mau tidur sini?”
dengan malu-malu Budi menjawab “hehehe. iya pak”
“Wah sudah gendeng kamu bud? Ayo pulang!”
“Tidak pak. Budi mau di sini aja. Gak papa pak”
“Kenapa? Kamu ada masalah di rumah?”
“Enggak pak.”
“Ya udah, ayo pulang”
“Enggak pak. Budi di sini aja. Tidak apa-apa. Budi tidak mau pulang”
“Kamu ini pas pelajaran mintanya pulang. Sudah waktunya pulang, tidak mau pulang. Ayo pulang. Dicari ibumu nanti!”
Dengan paksa pak guru menariknya. Budi berpegangan di kaki dipan UKS yang besar dan kokoh. Adegan tarik menarik ini berlangsung cukup sengit, sehingga menarik perhatian beberapa siswa dan guru yang belum pulang. Suasana UKS menjadi ramai dengan tontonan pak guru menarik Budi yang berpegangan di dipan. Tiba-tiba Budi menangis “Saya tidak mau pulang pak. Saya mau di sini saja”
Para penonton mulai membantu pak guru yang menarik Budi karena diperintah oleh pak guru “Ayo bantu.” “Budi kayaknya ketempelan jin pak” Kata seorang siswa. Dengan sekuat tenaga mereka menarik Budi. Budi tak berdaya dengan tenaga mereka yang begitu besar. “Bud. sadar Bud!” orang-orang meneriakinya. Beberapa ada yang membacakan doa-doa untuk mengusir roh jahat. Ketika tangannya terlepas, kepalanya menghantam benda keras yang membuatnya tidak sadar.
Ketika sudah sadar, Budi sudah di luar UKS sambil dikerumuni orang-orang. Ada rasa kesal pada orang-orang itu namun Budi masih bisa menahannya. Orang-orang membisikan bahwa Budi kerasukan roh jahat dan dia sudah sadar.
Budi merasa kehilangan karena dia sudah tidak bisa mengingat wajah wanita pujaannya itu. Namun dia juga sadar bahwa ini bukan hal yang normal. Budi juga sempat berpikir apakah wanita itu jin penunggu UKS?.
Ketika orang-orang akan pulang, dia melihat pesulap polkadot itu di antara mereka, alien itu tersenyum lebar seperti ada nada kepuasan keluar dari sorot matanya.
Budi merasa linglung. Ada yang salah di dalam otaknya. Seolah ada yang memainkan tombol di dalam otaknya yang membuat dia memikirkan hal-hal yang aneh. “Tidak ada yang memainkan dirimu Budi.” bisikan suara pesulap itu seolah mendesir di telinganya. Budi menoleh ke kanan dan kiri namun tidak menemukan apa-apa.
Sesampainya di kamarnya bayangan Wati muncul kembali. Namun sekarang bayangan itu diikuti oleh orang-orang di UKS yang mencoba membunuh wanita itu. Budi sangat takut dan tidak berdaya.
Timbul perasaan benci yang mendalam kepada orang-orang di UKS itu. Budi ingin memukuli mereka satu persatu karena telah memisahkannya dengan Wati yang dicintainya.
Namun dia paham bahwa itu bukan sesuatu yang nyata namun tetap saja niat membunuh Budi muncul dengan begitu kuat dan dia terjebak dalam perasaan benci yang luar biasa. Dia tidak pernah merasakan perasaan benci sekuat itu. Apa lagi bayangan itu makin lama makin menjadi-jadi. Orang-orang itu menggerayangi Wati sementara Budi tidak berdaya dengan perasaan kesalnya. Tidak terasa Budi mengumpat orang-orang itu dan melangkah untuk keluar dari kamarnya.
Namun dia mencoba menyadarkan dirinya itu tidak nyata. “Sialan! ada apa dengan ku?” lalu bayangan pesulap polkadot itu muncul kembali.
Pesulap itu tertawa terbahak-bahak kemudian menghilang. “Siapa pesulap alien itu? Semua ini terjadi setelah kemunculan pesulap alien itu.” Pikir Budi. Seolah pesulap itu bisa melihat seluruh imajinasi dalam otak Budi. Kepala Budi semakin pening memikirkan hal in..
Setelah itu pesulap polkadot berubah menjadi Wati yang tersenyum manis yang membuat dada Budi dibanjiri rasa hangat dan nyaman. Budi tersenyum melihat wanita itu. Lalu secepat kilat muncul orang-orang di UKS yang menarik dan memukuli Wati. “Tolong aku Budi!” Katanya “Singkirkan orang-orang ini, dengan begitu kita bisa bersama untuk selamanya”. Rasa benci itu datang lagi. Tapi Budi semakin bingung mengapa pesulap alien itu bisa berubah menjadi Wati?.
Budi mencoba menahan dirinya sekuat tenaga meskipun ada niatan untuk membunuh satu persatu orang-orang di UKS yang sudah menariknya keluar. “Ini tidak nyata. Ini tidak nyata” Budi terus menggumamkan kalimat itu berkali-kali seperti dzikir sambil memejamkan matanya.
“Aku tidak akan terpengaruh” Budi terus menggumamkan kalimat itu sambil memegangi kepala dan memukul-mukul kepalanya seolah ingin mengeluarkan sesuatu di dalamnya. Bayangan Wati dan alien polkadot itu berseliweran di kepala Budi. “Ini ulah si polkadot itu”.
Ketika saat Budi melihat pesulap polkadot, Budi langsung menarik jasnya dan memberikan pukulan sekuat tenaga namun si polkadot seketika berubah menjadi Wati dan berkata sambil menangis.“Budi sudah gak sayang sama aku” Budi kaget dan merasakan penyesalan yang membuncah “Bukan. Bukan seperti itu” mukanya berganti menjadi pesulap polkadot lagi dan tertawa. “hahahaha. Ayo bermain lagi Budi.”
Budi mulai paham bahwa ini ulah si polkadot itu. Budi merasa sangat jengkel karena sudah dipermainkan.
Budi berusaha mengejar pesulap polkadot yang terlihat berlari dengan sangat kencang. “Mengapa dia bisa berlari sekencang itu?. Aku pasti juga bisa lari sekencang dia. Andaikan ada roket di punggungku.” Budi membayangkan di punggungnya ada roket dan ternyata roket itu sudah menempel di punggungnya yang membantunya mengejar pesulap itu. Tidak mau kalah, sepasang kaki pesulap itu juga berubah menjadi roket yang membuat dia terbang dengan kecepatan tinggi. Adegan kejar-kejaran di angkasa itu berlangsung dengan seru, sesekali di antara mereka melemparkan bom yang membuat angkasa di kepala Budi seperti dipenuhi dengan kembang api.
Lalu Budi menciptakan ilusi tangan raksasa yang muncul dari dalam tanah dan menggenggam pesulap polkadot. Pesulap Polkadot memunculkan ilusi komet seperti ketika budi akan berangkat sekolah. Bayangan kematian seperti sebelumnya langsung menghantui Budi namun Budi langsung membayangkan komet-komet itu berubah menjadi bantal sehingga tidak melukai Budi.
Budi mulai paham dengan cara bermain si polkadot itu.
Budi terbang ke arah pesulap polkadot yang sudah tidak berdaya oleh genggaman tangan raksasa yang diciptakan Budi sebelumnya. Budi mengubah tangan kanannya menjadi palu raksasa dan bersiap untuk menghabisi pesulap polkadot. Namun tiba-tiba pesulap polkadot berubah menjadi Wati.
“Budi udah gak sayang Wati. Aku benci Budi”
“Bukan. Bukan seperti itu sayang”
“Kamu sakitin aku.”
“Bukan kamu. Aku selalu mencintaimu”
“Apa buktinya hayo?”
Untuk sesaat Budi berhenti mematung di depan Wati. Mengingat kembali memori saat-saat mereka bersama. Meskipun hanya di dalam kepalanya namun Budi sudah menganggap bahwa Wati adalah nyata.
“Kamu lupa dengan saat-saat bersama kita Bud? Waktu kamu bertanya namaku? Waktu kamu sedih saat kehilangan diriku? Apakah kamu mau kehilangan aku lagi?”
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Budi saat ini. Dia sudah menyerahkan dirinya kepada Wati, pada sesuatu yang ia anggap sebagai cinta pertamanya.
“Biarkan tuan alien tetap di sini Budi. Karena dia, kita bisa bertemu. Apa susahnya membiarkan dia tinggal? Kalau tidak ada dia, aku juga tidak ada” Budi masih nanar menatap Wati. “Sini Budi. Peluk” Tangan Wati merentang tanpa disadari Budi juga melepaskan tangan raksasa yang menjerat wati kemudian keduanya berpelukan.
Budi memeluk erat Wati seolah tidak ingin melepaskannya dan berkata “Sayang jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa membiarkan otakku dipermainkan oleh Alien sialan itu. Kau tidak tahu bagaimana siksaan yang bisa dia timbulkan. Karena dia aku bisa menjadi pembunuh atau mati karena ketakutan. Tapi aku juga tidak mampu melihat kamu mati di tanganku. Lebih baik kita mati bersama saja ya sayang. Seperti romeo dan juliet, kematian romeo dan juliet menjadi pelengkap kisah cinta mereka yang abadi.”
Dengan berlumuran air mata budi mengeluarkan ilusi gergaji, bor, tombak, dan beragam senjata tajam lainnya. Benda-benda itu terbang mengarah ke mereka.
“Budi kamu jahat sama aku. Aku benci kamu. Aku gak mau ketemu kamu lagi”
Sambil menangis dan memeluk erat Wati Budi berkata “Maafkan aku sayang. Maaf. Aku akan mencintaimu selamanya. Jika kamu cinta aku, kamu harusnya paham”
Seluruh senjata tajam itu terbang menuju ke Budi dan Wati yang saling berpelukan. Dengan cepat Wati berubah kembali menjadi pesulap polkadot lalu dia mengeluarkan sedotan dari tangannya. Secepat kilat pesulap polkadot itu masuk ke dalam sedotan dan menghilang.
Budi terlempar keluar dari imajinasinya dan membuka mata, terasa ada sesuatu yang keluar dari telinganya dan terdengar kalimat “ Dasar Budi gila.”
Sosok pesulap polkadot seukuran jari kelingking keluar dari telinganya dan berlari ketakutan. Budi mencoba meraih apa saja untuk melempar dan memukulnya. Pesulap polkadot mini itu berlari ketakutan lalu menaiki meja belajar Budi. Dengan sigap Budi memukulnya dengan sapu namun pesulap polkadot bisa menghindar, dia tergelincir dan masuk ke dalam ponsel Budi.
Budi mengambil ponselnya dengan hati-hati. Membuka kuncinya yang berbentuk pola sederhana. Lalu muncul alien pesulap polkadot di layar ponsel Budi. Alien itu mengeluarkan sedotan. “Halo Budi. Aku adalah Alien”

0 komentar :
Post a Comment