Tuesday, 25 April 2017

Sekilas Tentang Teater Kaum Tertindas


Konsep ini adalah milik August Boal, seorang dramawan asal Brazil yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak akan terlepas dari tindakan politik, termasuk teater. Jika membaca tulisannya, pernyataannya ini mungkin didasari dari kondisi politik negaranya yang bergejolak pada saat itu sehingga dia menggunakan teaternya untuk menggerakan masyarakat pada usaha revolusi.

Dalam bukunya "Teater Kaum Tertindas" Boal sering menyatakan "Barangkali teater tidaklah revolusioner dalam dirinya sendiri; tetapi tidak usah ragu, ia adalah latihan revolusi!" hal ini merupakan konsep dasar berpikir teater Boal. Bagi dia teater bukan untuk katarsis seperti teater Aristotelian maupun menumbuhkan pemikiran kritis saja seperti konsep Brectian namun teater harus bisa menciptakan revolusi pada penontonnya.

Teater kaum borjuis adalah teater yang mendikte masyarakat dengan segala peralatannya, khususnya aktor. Di dalam Teater Kaum Tertindas, aktor tidak memiliki kuasa apa-apa untuk mendikte penonton mengenai nilai-nilai namun penontonlah yang menentukan nila-nilai tersebut untuk kemudian dimasukan ke dalam panggung. Penonton tidak hanya dijadikan objek mati dalam pertunjukan namun penonton berperan sentral dalam pertunjukan karena dialah subjek pertunjukan sedangkan aktor nyaris dijadikan objek total oleh penonton.

Teater jenis ini adalah metode supaya penonton melakukan tindakan atau aksi yang nyata karena penonton tidak hanya dijadikan objek pasif tapi mereka juga turut menentukan jalan cerita, mengatur aktor, bahkan mereka bisa saja bermain di dalamnya (Spek-aktor).

Penontonlah yang paling mengetahui apa yang mereka inginkan dalam sebuah permasalahan. Apalagi itu permasalahan yang menyangkut dirinya. Hal ini pernah diceritakan di sebuah wawancara bahwa dia pernah melakukan pentas untuk komunitas petani di daerah timur laut Brazil, pemain utama angkat pedang dan berkata “Kita tumpahkan darah demi tanah kita” mereka bernyanyi, menari, berakting, dan berpakaian seperti petani, mereka Nampak seperti petani tapi sesungguhnya bukan. Dan mereka berteriak “Kalian harus tumpahkan darah! Darah kita untuk selamatkan tanah kita!” lalu seorang di antara petani (sungguhan) yang menonton berkata “Kalian berpikir seperti kami dan kalian punya pedang bagus di panggung. Kenapa tak bawa pedang kalian dan bersama kami melawan tuan tanah yang merampas tanah kami? Mari tumpahkan darah kita. Boal dan kelompoknya menjawab “Maaf, tapi ini bukan pedang sungguhan. Ini hanya pedang untuk perlengkapan panggung” petani itu berkata lagi “oke itu pedang palsu, tapi kalian punya kebaikan, itu senjata abadi. Mari berjuang bersama kami.” Boal kembali menjawab “Tidak. Kami adalah seniman, bukan petani sebenarnya” petani itu berkata lagi “saat seniman berkata ‘tumpahkan darah kita’ kalian bicara tentang darah sebenarnya dari kami, petani sebenarnya. Bukan darah kalian”. Akhirnya Boal menyadari bahwa kita tak bisa menyampaikan pesan pada perempuan sebab kita lelaki, pada kulit hitam sebab kita kulit putih, pada petani sebab kita orang kota. Tapi kita bisa bantu menemukan cara berjuang mereka sendiri

Dari hal tersebut dia sadar bahwa penonton sendirilah yang mengetahui jalan keluar manakah yang pas untuk kondisi mereka dan nilai-nilai apasajakah yang bisa mereka pegang. Teater konvensional bagi Boal terlalu memaksakan kehendaknya mengenai sebuah pemikiran, karena setiap tempat memiliki kebudayaan dan adat yang berbeda maka mereka juga memegang nilai-nilai yang berbeda.

Untuk mencapai keadaan-keadaan yang revolusioner pada tubuh penonton, Boal menggunakan beberapa metode. Sebenarnya metode-metode ini mirip dengan teater game. Metode-metode yang digunakan Boal rata-rata mungkin sudah pernah kita pelajari dalam latihan dasar teater kita sebelum memasuki naskah, hanya saja diterapkan pada saat pertunjukan pada penonton.




Klik untuk Berlangganan Tulisan

Masukan Email Anda:

0 komentar :

Post a Comment